Senin, 21 November 2011

Kasus Speedline; Mari Belajar Dari Kasus Wahana Bersama Globalindo Tahun 2007

Wahana Bersama Globalindo
Ditengah-tengah gonjang-ganjing bisnis (penipuan) Speedline yang sedang marak belakangan ini, ada baiknya kita tengok 4 tahun yang lalu, saat sebuah bisnis yang serupa Speedline juga berakhir dengan mengenaskan.

Adalah Wahana Bersama Globalindo yang sempat fenomenal waktu itu. Dibanding Speedline, Wahana Bersama Globalindo ini lebih "resmi". Mereka punya surat ijin "resmi" dari dinas terkait. Tapi, ya itu, dasar memang niat awalnya sudah tidak betul, maka lagi dan lagi, bisnis penggandaan uang memakan korban. Masyarakat yang tidak mau belajar memang akan selalua menjadi korban penipuan.

Memang susah mengajak masyarakat untuk belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Terlebih bila itu menyangkut janji-janji mendapatkan untung berlimpah tanpa usaha sama sekali. Meledaknya kasus PT Wahana Bersama Globalindo di berbagai kota di Tanah Air, lagi-lagi menjadi bukti betapa ketamakan mengalahkan akal sehat dan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.

Awal hingga pertengahan Maret 2007 lalu kita kembali dikejutkan oleh berita penipuan berkedok investasi. Adalah PT Wahana Bersama Globalindo (WBG), sebuah perusahaan pemasar produk investasi dari Dressel Investment Limited (yang berpusat di Sattle, Amerika Serikat), yang bikin gara-gara. Mereka diduga menipu sekitar 5.000-10.000 nasabah di Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Malang, dll, dengan total kerugian mencapai Rp3,5 triliun. Dari beberapa daerah tersebut, diduga korban terbanyak ada di Surabaya dan Jakarta.

PT WBG yang beroperasi sejak 1997 itu sejatinya bukanlah perusahaan investasi yang mengantongi izin dari lembaga yang berwenang. Menurut penulusuran pihak kepolisian di Surabaya, PT WBG hanya mengantongi izin sebagai perusahaan konsultasi bisnis. Sama sekali tidak punya izin beroperasi sebagai perusahaan pengelolaan dana investasi dari Bapepam (Surya, 6 Maret 2007). Dengan demikian, karena pada praktiknya perusahaan ini mengumpulkan dana masyarakat, maka PT WBG bisa dijerat dengan UU Anti Pencucian Uang, atau mungkin juga UU Perbankan.

Terpikat Besarnya Bunga Seperti kasus yang sudahsudah,iming-iming hasil besar dalam waktu yang relatif singkat—melebihi rata-rata instrumen investasi umumnya yang diatur melalui regulasi amat ketat—tampaknya ampuh sekali untuk menjerat para nasabah. PT WBG memasarkan dua produk keuangan Dressel Investment Limited, yaitu Sportmans yang menjanjikan bunga 2 persen setiap bulan (nilai investasi 5.000 dollar AS atau Rp45 juta) dan program GMP yang menjanjikan keuntungan bunga 7 persen tiap triwulan (nilai investasi 10.000 dollar AS atau Rp90 juta).

Ditilik dari bunga deposito yang rata-rata hanya 6-8 persen per tahun, maka janji mendapatkan bunga 24-28 persen per tahun jelas amat memikat. Tidak jelasjelas amat, apa sebenarnya bisnis PT WBG maupun Dressel Investment Limited itu sehingga berani menjanjikan bunga sebesar itu. Walau begitu, berbondong-bondonglah orang-orang berduit menanamkan uangnya di PT WBG. Banyak di antarnya adalah para pengusaha, birokrat, politisi, anggota DPR,pengacara, pensiunan, pengurus yayasan, dan ibu rumah tangga biasa. Ada gula ada semut, tak peduli gula itu beracun.

Dan, seperti kasus-kasus penggandaan uang (money game) umumnya, para nasabah atau investor selalu ‘dihipnotis’ dengan cara memberikan hasil sesuai yang dijanjikan di awal-awalnya. Manakala investasi mendekati masa jatuh tempo dan nasabah berniat mengambil seluruh investasinya, pihak operator bisnis ini selalu meyakinkan supaya mereka tetap menyimpan uangnya, atau bahkan menambah lagi jumlah investasinya. Itu pula yang dialami oleh, sebut saja Hendri, investor dari Surabaya. Tahun 2003 Hendri terpikat oleh janji-janji staf marketing PT WBG sehingga akhirnya ia mau menanamkan uangnya sebesar 255.000 dollar AS (Rp2,295 miliar). Setahun berjalan, pembayaran bunga lancar-lancar saja. Menginjak tahun 2004 dan mendekati masa jatuh tempo, ia bermaksud menarik semua investasinya. Tapi, pihak PT WBG justru berhasil meyakinkan Hendri untuk menambah jumlah investasinya, hingga mencapai 555.000 dollar AS (Rp4,995 miliar).

Menginjak tahun 2006, mulailah pembayaran bunga tersendat-sendat. Tapi apa mau dikata, Hendri terlambat sadar dari mimpi indahnya. Saat ia bermaksud mengambil semua investasinya, PT WBG keburu diserbu oleh para nasabahnya akibat pembayaran bunga yang macet total. Polisi sudah turun tangan untuk mengusut kasus ini, sementara Hendri dan ribuan nasabah lainnya hanya bisa harap-harap cemas (Gatra, No 18: 15 Maret 2007).

Money Game
Bila ditilik dari modus operasinya, maka besar kemungkinan bisnis investasi PT WBG tak lain hanyalah bisnis penggandaan uang biasa alias money game. Bisnis ini beroperasi dengan modus menggalang dana nasabah dengan janji keuntungan atau bunga yang cukup besar, bahkan kadang tidak masuk akal. Supaya banyak nasabah mau ikut menanamkan uangnya, maka biasanya pada awalawal mereka benar-benar mendapatkan hasil sesuai seperti dijanjikan.

Tetapi, bisnis money game aslinya adalah bisnis gali lubang tutup lubang. Artinya, mereka membayar peserta yang mendaftar di awal dengan uang yang ditanam oleh peserta yang ikut belakangan. Tidak ada aktivitas bisnis riil yang bisa menopang bisnis ini. Alhasil, yang terjadi adalah di antara para peserta saling membayar dengan uangnya sendiri. Uang yang ditanam peserta dipakai untuk membayar bunga, sementara bisa saja sisanya diputar untuk spekulasi di bisnis lainnya. Sampai akhirnya pembayaran macet karena beban bunga selalu lebih besar daripada jumlah nasabah baru yang bergabung, atau karena mengecilnya pendapatan dari para nasabah yang mendaftar belakangan.

Itulah sebabnya, bisnis money game atau penggandaan uang tidak pernah bisa berjalan lama. Yang pasti, bisnis ini akan merugikan para pesertanya, cepat atau lambat. Sialnya, dari sekian banyak kasus serupa, penyelenggaranya selalu tahu kapan harus angkat kaki membawa uang jarahannya. Sementara nasabah atau inevstor hanya bisa mendapati sisa-sia gedung operasional yang kosong dan tidak tahu harus ke mana untuk mendapatkan uangnya kembali. Jadi, sekali lagi, belajarlah dari pengalaman.[ez]

info: apli XXXVI april-juni 2007

facebook comment :

Anda sedang membaca artikel di Info Terpanas dot com tentang Kasus Speedline; Mari Belajar Dari Kasus Wahana Bersama Globalindo Tahun 2007 dan anda bisa menemukan artikel Kasus Speedline; Mari Belajar Dari Kasus Wahana Bersama Globalindo Tahun 2007 ini dengan url http://info-panas.blogspot.com/2011/11/kasus-speedline-mari-belajar-dari-kasus.html, anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Kasus Speedline; Mari Belajar Dari Kasus Wahana Bersama Globalindo Tahun 2007 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Kasus Speedline; Mari Belajar Dari Kasus Wahana Bersama Globalindo Tahun 2007 sebagai sumbernya. Anda sangat saya sarankan untuk men-tweet berita ini atau men-share-kannya via Facebook anda. Terima kasih
Jangan Lupa pencet tombol "Like" Untuk Mendapatkan Info Terpanas Langsung di Wall FB mu!

Posted by: Maskun
InfoTerpanas, Updated at: Senin, November 21, 2011

0 comments:

Social Share!

Get Social Share 2.0!

ShareThis