Menurut cerita Rasna, pada Sabtu pagi, ibunya Suparman memberitahukan kepada Rasna bahwa besok (Ahad, 6 Februari 2011) akan terjadi demo di rumahnya. Informasi itu didapatkan ibunya Suparman dari kepolisian setempat. Pada Sabtu siang, Suparman dan keluarganya pergi ke Polsek Cikeusik untuk minta perlindungan.
Namun, pada Ahad pagi, sekitar pukul 7, datang tamu ke rumah Suparman. Jumlahnya sekitar 20 orang pria datang dengan mengendarai 2 mobil (Innova dan APV) dan beberapa motor. Ketika itu polisi sudah mulai berjaga-jaga, karena massa dari berbagai penjuru sudah ada yang datang. Beberapa orang polisi terlihat masih duduk di depan rumah Rasna.
Rasna melihat sendiri, tamu-tamu itu membawa senjata tajam. “Saya melihat mereka membawa golok dan tombak. Dua karung batu dan badil (ketapel),” kata Rasna saat ditemui hidayatullah.com di teras rumahnya.
Rasna melihat dengan jelas mereka menurunkan barang-barang itu ke dalam rumah Suparman. Tidak lama kemudian, beberapa orang pria keluar sambil memainkan senjata yang mereka bawa tadi. “Dari cara memainkan senjata, mereka seperti sudah terlatih,” terang Rasna.
Polisi mencoba berunding dengan tamu yang mengaku dari jemaat Ahmadiyah ini. Polisi meminta agar mereka meninggalkan rumah Suparman segera, karena ini akan memancing kekerasan.
Namun, salah seorang perwakilan mengatakan menolak untuk pergi. Bahkan mereka mengatakan, “Kami ingin menjaga aset agama kami. Kalau Polisi tidak bisa menjaga kami, tidak apa-apa, kami bisa menjaga diri sendiri.”
Beberapa senjata, seperti tombak sempat dilucuti oleh polisi dari salah seorang anggota Ahmadiyah. Ketika itu jumlah massa semakin bertambah banyak. Melihat situasi itu, Rasna berusaha untuk mengevakuasi anggota keluarganya ke tempat aman. Dia khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Teriakan “takbir” dan “bubarkan Ahmadiyah” mengawali terjadinya “pertempuran” pagi menjelang siang itu, sekitar pukul 10.00 WIB. Melihat jumlah massa yang ribuan, orang-orang Ahmadiyah itu lari tunggang-langgang ke arah sawah. Hingga terjadi baku hantam antara massa dengan jemaat Ahmadiyah itu.
Rasna tetap berjaga-jaga di depan rumahnya. Ia tidak menginginkan jika situasi itu membawa dampak ke rumahnya yang baru saja selesai dibangun. Situasi semakin kacau itu, Rasna hanya bisa terus menyaksikan. Penyiksaan terhadap seorang warga jemaat Ahmadiyah terjadi di halaman rumahnya.
Rasna mengaku tidak kenal dengan massa yang kumpul itu. “Mereka bukan warga Cikeusik, saya tidak kenal mereka,” kata Rasna.
Dugaan keterlibatan orang luar desa dalam bentrokan Cikeusik juga dilontarkan Saimad, warga Desa Umbulan lainnya. ”Semakin siang, massa semakin banyak. Mereka datang dari berbagai arah. Tidak satu pun yang saya kenal,” ujar Saimad yang menyaksikan bentrokan itu dari jarak 30 meter.
Rasna dan warga Umbulan tahu kalau Suparman menganut Ahmadiyah. Hanya saja, tidak ada sedikit pun keinginan dari masyarakat setempat akan melakukan hal sedahsyat itu.
“Kalau kami memang mau melakukan hal itu, mungkin sudah kami hancurkan rumah itu,” kata Rasna. Tapi, kata Rasna, ia masih merasa kasihan karena dianggap sebagai tetangga.
“Kalau saya mau juga, mungkin sekalian saya tunjukan rumah lain yang juga menganut Ahmadiyah,” kata Rasna.* Hidayatullah
facebook comment :
Jangan Lupa pencet tombol "Like" Untuk Mendapatkan Info Terpanas Langsung di Wall FB mu!
0 comments:
Posting Komentar