AKIBAT tidak adanya respon dari pemerintah ini kehidupan Syekh Panji Gumilang dan keluarganya tampak tenang dan masih bisa mengajarkan ajaran-ajarannya kepada para santrinya. Ini tentu sangat berbabaya, karena jika merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan Majelis Ulama Indononesia (MUI), K.H. Ma’ruf Amin sebagai Ketua Tim Peneliti ma’had Al-Zaytun, menyatakan mata pelajaran Ponpes Modern Al’Zaitun tersebut sudah menyimpang dari ajaran-ajaran agama Islam.
Padahal, Tim peneliti yang terdiri dari tiga belas orang ini kerjanya terbilang tidak mudah. Lihat saja, untuk menelusuri dan melacak berbagai informasi tentang MAZ, Tim melakukan kerja keras selama empat bulan. Kajian pustaka dan dokumentasi dilakukan dengan mengambil semua sumber yang dapat memberikan informasi komprehensif tentang sejarah, latar belakang berdirinya MAZ, sistim pendidikan MAZ, dan organisasi NII KW IX.
Penelitian lapangan dilakukan dengan terjun langsung ke pondok pesantren Al-Zaytun sambil melakukan observasi yang terkait dengan penelitian. Hasil ini masih harus ditambah dengan melakukan pelacakan, penelusuran, serta mendatangi sumber informasi, seperti para korban, orang tua korban, mantan aktivis, simpatisan Negara Islam Indionesia, NII KW IX.
Gerakan NII sangat rapi. Gerakan NII tidak seperti gerakan teroris yang melakukan aksi-aksinya melalui serangkaian bom dan aksi kekerasan lainnya. Namun, dengan melalui gerakan cuci otak, gerakan NII ini masuk ke kampus-kampus, SMP, dan SMA sederajad.
“Kalau saya melihat peristiwa pencucian otak yang terjadi belakangan ini, seperti kasus Lian Febriani (Lian) yang hilang dari rumah dan menjadi hilang ingatan, sepertinya dilakukan NII. Sebab cara perekrutannya identik dengan kelompok tersebut. Begitu juga targetnya,” kata pengamat intelijen Wawan Purwanto.
Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center (NCC) Sukanto menyatakan lebih dari 1.000 orang menjadi korban pencucian otak aliran menyimpang ini. Modus yang dialami para korban NII ini mirip dengan yang terjadi pada Laila Febriani (Lian) yang hilang dari rumah dan menjadi hilang ingatan akibat korban pencucian otak dari NII belum lama ini.
Sukanto sendiri orang yang sudah malang melintang di NII. Dia direkrut NII setelah lulus SMA pada tahun 1996 dan pernah menjabat sebagai camat NII wilayah Tebet, Jakarta Selatan. Setelah keluar dari NII, Sukanto dan rekannya sesama mantan NII, Ken Setiawan membentuk NII Crisis Center didirikan untuk membantu masyarakat yang menjadi korban NII sekaligus sebagai gerakan anti-NII. “Kasus Lian menurut saya ini NII juga. Modusnya sama,” kata Ken Setiawan.
Gerakan pencucian otak yang dilakukan NII sangat rapi dan terorganisir. Dalam gerakan ini ada struktur layaknya negara. Pemimpin tertinggi atau presiden dalam NII disebut sebagai khalifah atau imam. Saat ini, khalifah NII dipegang oleh Abdussalam Panji Gumilang, pemimpin Pondok Pesantren Al Zaitun, Indramayu.
Namun Ponpes Al Zaitun menyatakan sejauh ini tidak ada pernyataan Panji Gumilang yang memimpin Ponpes termegah di Asia Tenggara itu sebagai pemimpin NII. Al Zaitun ditegaskan sepenuhnya konsen pada masalah pendidikan. “Beliau tidak pernah ada pernyataan. Beliau sibuk mengurus pendidikan, beliau guru yang mengajar,” kata Sekretaris Pesantren Al Zaitun Abdul Halim
Selain presiden, NII juga memiliki sejumlah menteri. Saat ini ada 11 kementerian di NII. Kemudian ada gubernur, bupati, camat, lurah hingga ketua RW dan Ketua RT. “Ya kalau dikonfirmasi ke Al Zaitun, mereka pasti akan bilang kita ini lembaga pendidikan. Tapi Panji Gumilang itu memang imamnya NII,” kata Sukanto, mantan camat NII wilayah Tebet itu.
Lalu siapa yang memimpin NII jika bukan Syekh Panji Gumilang? Pihak kepolisan segera melakukan penyedikan dan penelusuran agar anak-anak muda tidak menjadi korban pencucian otak NII. Polisi juga perlu mendatangi langsung Pondok Pesantren Modern Al’Zaitun yang kini masih dipimpin Syekh Panji Gumilang tersebut. (http://nii-crisis-center.com)
facebook comment :
Jangan Lupa pencet tombol "Like" Untuk Mendapatkan Info Terpanas Langsung di Wall FB mu!
0 comments:
Posting Komentar